UNDP Luncurkan Inisiatif Baru untuk Mendorong Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Pembela Lingkungan di Indonesia

4 minutes reading
Thursday, 24 Jul 2025 09:05 4 Banten Maju

Jakarta, 24 Juli 2025 — United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia secara resmi meluncurkan proyek baru bertajuk “Penguatan Partisipasi Publik dan Organisasi Masyarakat Sipil Perempuan dan Pembela HAM Lingkungan Perempuan untuk Masa Depan yang Adil dan Hijau” (WEHRD) melalui pertemuan multi-pemangku kepentingan yang digelar di Jakarta. Proyek ini didukung oleh UNDP Funding Window for Governance, Peacebuilding, Crisis, and Resilience (GPCR) dan diimplementasikan di lima negara: Indonesia, Filipina, Irak, Uganda, dan Kenya. Di Indonesia, proyek ini berlangsung dari Mei 2025 hingga Juni 2026 di bawah Unit Manajemen Risiko, Ketahanan, dan Tata Pemerintahan UNDP Indonesia.

Tujuan proyek ini adalah mendorong tata kelola lingkungan yang inklusif, demokratis, dan berkelanjutan dengan memberdayakan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) perempuan serta Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan Hidup (PPHAM-LH). Para aktor ini memiliki peran penting dalam memperjuangkan kesetaraan gender, keadilan lingkungan, dan hak asasi manusia. Namun, banyak dari mereka menghadapi tantangan seperti keterbatasan akses sumber daya, tekanan hukum, risiko daring, dan hambatan sosial, terutama bagi yang bekerja di wilayah terpencil.

Dalam sambutan pembukaannya, Bapak Siprianus Bate Soro, Kepala Unit Manajemen Risiko, Ketahanan, dan Tata Pemerintahan UNDP Indonesia, menekankan pentingnya aksi kolektif dalam memperkuat kesetaraan gender dan keadilan lingkungan. “Kami bangga mendukung inisiatif ini melalui kerja sama erat dengan pemerintah dan mitra masyarakat sipil. Di UNDP, kami mengakui bahwa aktor masyarakat sipil perempuan dan pembela lingkungan memainkan peran penting dalam menciptakan masa depan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan. Melalui proyek ini, kami bertujuan untuk memperluas ruang sipil, memperkuat mekanisme perlindungan, dan memastikan bahwa PPHAM-LH dapat berpartisipasi secara aman dan bermakna dalam kehidupan publik dan pembuatan kebijakan,” ujarnya.

Acara ini dihadiri oleh sekitar 40 pemangku kepentingan yang diperkenalkan pada tujuan dan rencana kerja proyek WEHRD. Para peserta juga berdiskusi mengenai peran masing-masing dan bagaimana menyelaraskan upaya bersama dengan prioritas nasional maupun global. Peserta terdiri dari perwakilan lembaga pemerintah terkait serta organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada isu gender dan lingkungan.

Diskusi utama dalam pertemuan awal ini mencakup pengelolaan risiko bagi PPHAM-LH, dengan menekankan perlunya penguatan protokol keamanan dan mekanisme respons cepat sebagai wujud komitmen bersama untuk menciptakan ruang sipil yang lebih aman dan inklusif.

Menyoroti perlunya kerangka kelembagaan yang lebih kuat, Ibu Sofia Alatas, Direktur Penyusunan dan Evaluasi Instrumen Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, menekankan pentingnya meresmikan langkah-langkah perlindungan bagi pembela HAM. “Kemenkumham berkomitmen memberikan perlindungan hukum kepada semua pembela HAM dan lingkungan, khususnya perempuan. Kami mengapresiasi dukungan UNDP dalam penyusunan Keputusan Menteri terkait Perlindungan Pembela HAM yang akan datang, yang mencerminkan prioritas nasional dan tuntutan yang telah lama disuarakan oleh masyarakat sipil,” ungkapnya.

Dalam sesi tersebut, UNDP dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memaparkan rencana adopsi eMonitor+, sebuah platform digital berbasis kecerdasan buatan dari UNDP yang dirancang untuk memantau kekerasan daring terhadap PPHAM-LH. Ibu Maria Ulfah Anshor, Komisioner Komnas Perempuan, menyatakan komitmen lembaganya terhadap inisiatif ini. “Peran kami adalah memastikan para pembela perempuan tidak hanya terlindungi, tetapi juga mendapatkan akses terhadap keadilan, pemenuhan hak secara menyeluruh, dan pengakuan atas kontribusi mereka dalam demokrasi dan keadilan lingkungan. Kemitraan ini memungkinkan kami untuk meningkatkan mekanisme perlindungan, termasuk merevitalisasi Mekanisme Respons Cepat, menyempurnakan Manual Perlindungan Keamanan bagi PPHAM-LH di Indonesia, dan mengadopsi alat digital pemantauan seperti eMonitor+,” jelasnya.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan juga menegaskan kembali komitmennya untuk merevitalisasi Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK), sebuah basis data penting yang mendukung pembuatan kebijakan berbasis bukti untuk mencegah dan merespons kekerasan terhadap OMS perempuan dan PPHAM-LH. “Melalui revitalisasi SNPK, kami ingin memastikan bahwa data mengenai konflik sosial, termasuk kekerasan terhadap pembela perempuan, terdokumentasi secara sistematis dan digunakan untuk merumuskan kebijakan perlindungan dan pencegahan,” ujar Bapak Andre Notohamijoyo, Plh. Asisten Deputi Penanganan Pascakonflik Sosial, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Dengan memperkuat perlindungan dan partisipasi PPHAM-LH, proyek ini tidak hanya menjawab risiko langsung yang dihadapi oleh para pembela perempuan, tetapi juga mendorong perubahan sistemik jangka panjang. Proyek ini memperkuat komitmen Indonesia terhadap tata kelola yang inklusif, kebijakan lingkungan yang responsif terhadap gender, dan perlindungan hak asasi manusia. Inisiatif ini juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta selaras dengan visi strategis Indonesia Emas 2045 yang menargetkan masa depan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan bagi semua.

Artikel ini jugatayang di vritimes

Featured

LAINNYA